Entrepreneur (kewirausahaan)
Istilah
entrepreneur (kewirausahaan) pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-18
oleh ekonom Perancis, Richard Cantillon. Menurutnya, entrepreneur adalah “agent
who buys means of production at certain prices in order to combine them”.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ekonom Perancis lainnya- Jean Baptista Say
menambahkan definisi Cantillon dengan konsep entrepreneur sebagai pemimpin. Say
menyatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang membawa orang lain
bersama-sama untuk membangun sebuah organ produktif.
Pengertian
kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik
berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan
organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter,
1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian
(Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say,
1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
Jean
Baptista Say (1816):
Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi
dan menemukan nilai dari produksinya.
Frank
Knight (1921):
Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi
ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada
dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.
Joseph
Schumpeter (1934):
Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan
perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi
baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk baru atau dengan
kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang
baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen
baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter
mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis
serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
Penrose
(1963): Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam
sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas
kewirausahaan.
Harvey
Leibenstein (1968, 1979): Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang
dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar
belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Israel
Kirzner (1979):
Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship
Center at Miami University of Ohio: Kewirausahaan sebagai proses
mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi
tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam
menjalankan sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha
baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian. Salah satu
kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa
kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi
peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar
berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang
wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul,
serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Selain itu,
seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi
manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai
kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika
membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial
tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat
sementara atau kondisional.
Teori Kewirausahaan
Sebelum
memaparkan teori kewirausahaan, terlebih dahulu saya mengulas pengertian
“teori”. Maksudnya sekalian menyegarkan ingatan saya sendiri sih, kan semester
ini mengajar metodologi penelitian juga hehehe. Kita biasanya menggunakan teori
untuk menjelaskan sebuah fenomena. Fenomena yang akan dijelaskan disini adalah
kehadiran entrepreneurship yang mempunyai kontribusi besar dalam pengembangan
ekonomi. Teori tersebut terdiri dari konsep dan konstruk, nah lho apa ya beda
kedua istilah tersebut? :). Teori adalah “sekumpulan konstruk (konsep),
definisi, dan proposisi yang saling berhubungan” yang menunjukkan pandangan
sistematis terhadap sebuah fenomena dengan merinci hubungan antar variabel, dengan
tujuan untuk menerangkan dan memprediksi fenomena. Mari kita lihat beberapa
teori yang menjelaskan dan memprediksi fenomena mengenai kewirausahaan.
Neo
Klasik,
teori ini memandang perusahaan sebagai sebuah istilag teknologis, dimana
manajemen (individu-individu) hanya mengetahui biaya dan penerimaan perusahaan
dan sekedar melakukan kalkulasi matematis untuk menentukan nilai optimal dari
variabel keputusan. Hmmm, jadi individu hanya bertindak sebagai “kalkulator
pasif” yang kontribusinya relatif kecil terhadap perusahaan. Kasihan bener ya
tapi Masa sih? …… Jadi pendekatan neoklasik tidak cukup mampu untuk menjelaskan
isu mengenai kewirausahaan. Kata Grebel dkk, “There is no space for an
entrepreneur in neoclassical theory”. Nah loh, jadi dimana letak teori
kewirausahaannya dong? Tapi sebagai titik awal masih bermanfaat juga kok. Kan
konsep perusahaan (the firm) yang dijelaskan dalam Neo Klasik masih mengakui
juga keberadaan pihak manajemen atau individu-individu. Dan individu inilah
yang nantinya berperan sebagai entrepreneur atau intrapreneur, yang akan
dijelaskan pada teori-teori selanjutnya
.
Schumpeter’s
entrepreneur,
kajian schumpeter lebih banyak dipengaruhi oleh kajian kritisnya terhadap teori
keseimbangan (equilibrium theory)-nya Walras. Waduh…. harus mengulang kembali
berbagai teori-teori ekonomi nih hehehe. Menurut beliau, untuk mencapai
keseimbangan diperlukan tindakan dan keputusan aktor (pelaku) ekonomi yang
harus berulang-ulang dengan “cara yang sama” sampai mencapai keseimbangan. Jadi
kata kuncinya “berulang dengan cara yang sama”, yang menurut Schumpeter disebut
“situasi statis”, dan situasi tersebut tidak akan membawa perubahan. Hmmm agak
jelimet juga nih. Saya mencoba membuat interpretasi lain terhadap pernyataan
teoritis tersebut, “Orang-orang yang statis atau bertindak seperti
kebanyakan orang tidak akan membawa perubahan“. Schumpeter berupaya
melakukan investigasi terhadap dinamika di balik perubahan ekonomi yang
diamatinya secara empiris. Singkat cerita, akhirnya beliau menemukan unsur
eksplanatory-nya yang disebut “inovasi“. Dan aktor ekonomi yang
membawa inovasi tersebut disebut entrepeneur. Jadi entrepreneur
adalah pelaku ekonomi yang inovatif yang akan membuat perubahan. Hmmmm,
begitulah “warisan” dari Om Schumpeter hehehe.
Austrian
School,
Mengutip Adaman dan Devine (2000), masalah ekonomi mencakup mobilisasi sosial
dari pengetahuan yang tersembunyi (belum diketahui umum) yang terfragmentasi
dan tersebar melalui interaksi dari kegiatan para entrepreneur yang bersiang.
Hmmmmmm…… tambah bingung nih. Ada dua konsep utama disini yaitu pengetahuan
tersembunyi (orang lain belum tahu) yang dikaji oleh Hayek dan kewirausahaan
oleh Mises. Intinya mobilisasi sosial dari pengetahuan tersebut terjadi melalui
tindakan entrepreneural. Dan seorang entrepreneur akan mengarahkan usahanya
untuk mencapai potensi keuntungan dan dengan demikian mereka mengetahui apa
yang mungkin atau tidak mungkin mereka lakukan. Oooohhh begitu toh, jadi
artinya seorang entrepreneur itu harus selalu mengetahui pengetahuan (atau
informasi) baru (dimana orang banyak belum mengetahuinya). Dan pengetahuan atau
informasi baru tersebut dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Wah beda-beda
tipis ya dengan schumpeter dengan konsep inovasinya. Kan dengan inovasi juga kita
bisa mendapatkan pengetahuan, informasi, bahkan teknologi baru.
Penemuan
pengetahuan tersembunyi merupakan proses perubahan yang berkelanjutan. Dan
proses inilah yang merupakan titik awal dari pendekatan Austrian terhadap
kewirausahaan. Ketika dunia dipenuhi ketidakpastian, proses tersebut kadang
mengalami sukses dan gagal (hmmm memang begitu adanya ya hehehe). Namun seorang
entrepreneur selalu berusaha memperbaiki kesalahannya. Wah kalo begitu sih,
ternyata orang tua Saya sudah memahami Austrian Sholl ini dong. Buktinya mereka
sering berkata:”Kegagalan itu adalah sukses yang tertunda”, “Belajarlah dari
kesalahan”, atau “Hanya keledai lah yang terperosok dua kali” hehehe. Kasihan
bener ya keledai Padahal “keledai” yang berjumpalitan beberapa kali (gagal dan
gagal lagi) akhirnya bisa juga menemukan kesuksesan, itulah seorang
entrepreneur.
Kirzerian Entrepreneur, Kirzer memakai
pandangannya Misesian tentang “human action” dalam menganalisis peranan
entrepreneural. Singkat kata, unsur entrepreneur dalam pengambilan keputusan
manusia dikemukan oleh Om Kirzer ini lho. Wah beliau ini pasti setuju deh
dengan jargon “the man behind the gun” ya hehehe. Menurut beliau, “knowing
where to look knowledge”. Dan dengan memanfaatkan pengetahuan yang superior
inilah seorang entrepreneur bisa menghasilkan keuntungan.
Petuah
lain dari beliau adalah “This insight is simply that for any entrepreneurial
discovery creativity is
never enough: it is necessary to recognize one’s own creativity“.
never enough: it is necessary to recognize one’s own creativity“.
Sebenarnya
masih banyak sih “petuah-petuah” beliau ini, terutama dikaitkan dengan
teori-teori ekonomi sebelumnya, termasuk tanggapannya terhadap teori
keseimbangan dari neo klasik. Tapi cukup sudahlah, toh mata kuliah
entrepreneurship tidak akan terlalu berat di teori kok. Nanti mahasiswa pada
protes lagi, “Pak kok belajar teori mulu nih, kapan kita bisa berlatih menjadi
seorang entrepreneur nih!!”. Makanya di kelas kita lebih banyak berlatih
bagaimana membuat proposal bisnis serta berlatih kreaivitas dan inovasi melalui
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (disain brosur, e-marketing,
teknik presentasi, dll). Lagian, teori-teori di atas lebih banyak dikaitkan
dengan teori ekonomi.
Teori
Entrepreneur dari perspektif individu
Berikutnya
saya tetap “maksa” untuk mengulas teori kewirausahaan dari perspektif
individunya. Toh kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi tidak hanya “melulu”
soal praktek berwirausaha. Masa sih semua mahasiswa yang ikut kuliah
kewirausahaan akhirnya menjadi entrepreneur semua (syukur juga sih kalo memang
iya). Bisa saja sebagian diantaranya menjadi peneliti tentang kewirausahaan
atau pengamat kewirausahaan hehehe. Jadi dengan sangat menyesal saya akan
mencoba mengulas beberapa teori atau model yang dihubungkan dengan
karakteristik individu seorang entrepreneur. Beberapa di antaranya adalah (1) life
path change, (2) Goal Directed Behaviour, dan (3) Outcome
expectancy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar